BAB
I
LATAR
BELAKANG
Awalnya perempuan dipandang rendah dan dianggap
tidak boleh melakukan kegiatan seperti halnya laki-laki. Perempuan hanya boleh
beraktifitas di dalam rumah dan berkewajiban menyelesaikan pekerjaan rumah. Bahkan
sebelum datangnya Islam perempuan dianggap sebagai aib dan layaknya barang yang bisa diperjualbelikan. Islam hadir
mengangkat derajat kaum wanita dan telah menempatkan kaum wanita secara
proporsional dan sesuai dengan fitrahnya.
Namun seiring dengan
dengan kemajuan zaman, banyak perempuan yang mulai beraktifitas sama seperti
halnya seperti laki-laki. Telah banyak perempuan yang bekerja di kantor, ada
pula perempuan yang menjadi mejadi sopir, bahkan tidak sedikit pula yang
menjadi pemimpin, baik pemimpin organisasi, pemimpin perusahaan, bahkan
pemimpin negara.
Islam sebagai agama yang sempurna mengajarkan kepada umatnya berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat, mulai dari masalah yang terlihat sederhana hingga masalah yang kompleks sekalipun. Di samping itu Islam mengajarkan persamaan di antara manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Yang menjadi titik perbedaan di antara manusia yang kemudian meninggikan hanyalah nilai iman dan takwanya kepada Allah Swt. Demikianlah yang ditegaskan oleh Allah dalam QS. Al-Hujurat (49) ayat 13.
Namun demikian, terjadi perbedaan pendapat mengenai hak antara laki-laki dan perempuan menurut para ulama, terutama berkaitan dengan kepemimpinan perempuan. Boleh atau tidaknya kepemimpinan perempuan menimbulkan pro dan kontra antar para ulama. Misalnya masalah kepemimpinan dalam negara yang dipegang oleh umat Islam sekitar tahun 1989 ketika Benazir Bhuto terpilih menjadi presiden Pakistan, para fuqaha' ramai membincangkannya dan mencoba menggali bagaimana menurut hukum islam tentang kepemimpinan perempuan.
Dalam tulisan ini penulis tertarik membahas bagaimana sebenarnya menurut para ulama pandangan Islam terhadap kepemimpinan perempuan. Dengan rumusan masalah, bagaimana pandangann Islam mengenai kepemimpinan dan perempuan? Bolehkah seorang perempuan menjadi pemimpin? Dan siapa saja perempuan-perempuan yang pernah memimpin suatu negara.
* * *
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Pemimpin dan Kepemimpinan
Kepemimpinan memiliki
beberapa pengertian menurut para ahli. Menurut Rauch dan Behling, kepemimpinan
adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk
mencapai tujuan bersama. Oleh George P. Terry, kepemimpinan diartikan sebagai
kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan
untuk tujuan kelompok. Menurut Ordway Tead kempemimpinan adalah suatu kegiatan
mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama mencapai tujuan tertentu yang
diinginkan.
Kepemimpinan adalah seluruh tindakan guna mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah proses pemberian jalan yang mudah daripada pekerjaan orang lain yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sutikno: 2014, 16).
Dari defenisi-defenisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain agar dapat mencapai suatu tujuan. Dalam suatu kepemimpinan
yang baik, diperlukan pemimpin yang baik pula.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pemimpin diartikan sebagai orang yang memimpin. Pemimpin
adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan
orang lain untuk mencapai tujuan (Sutikno: 2014, 9).
Abdullah bin Abdul
Hamid memiliki pandangan berbeda mengenai pemimpin. Menurut Abdullah pemimpin
tidak hanya terbatas pada orang-orang yang menjadi ketua atau mengepalai suatu
badan, organisai, perusahaan, instansi, lembaga, dan sebagainya. Menurutnya,
setiap orang sekalipun tidak mempunyai bawahan, adalah pemimpin. Pimpinan dan
kempemimpinan merupakan fitrah kemanusiaan.
Sebagaimana firman
Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah ayat 30:
Artinya:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di bumi. "Mereka berkata, Apakah
Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di
sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? "Dia
berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Dalam persfektif Islam, kepemimpinan menggunakan beberapa istilah khusus, yaitu:
1.
Al
Imam
Kata
Al Imam berarti maju ke depan, dan
berarti setiap orang yang diikuti oleh kaum yang sudah berada pada jalan yang
benar ataupun mereka yang sesaat. Dalam Islam, imam adalah seseorang yang
memimpin shalat.
2. Al Khalifah
Secara
bahasa berarti jadi (ada) di belakang dan didefenisikan sebagai orang yang
menggantikan seseorang dari orang yang ada sebelumnya. Menurut para ulama, Al Khalifah dapat berarti Sang Penghuni
Pemakmur, Wakil Tuhan, dan Sang Penerus.
3. Al Amir
Secara
bahasa, Al Amir artinya menyuruh, lawan kata dari melarang,
dan dari kata yang berarti bermusyawarah. Secara istilah berarti orang yang
memerintah dan dapat diajak bermusyawarah. Dalam sejarah Islam, istilah yang
sering digunakan adalah Amir al Mukminin.
4. Al Malik
Al Malik
berarti pemilik pemerintah dan kekuasaan pada suatu bangsa, suku, atau negeri.
5. Al Sulthan
Secara bahasa berarti memaksa, dan menguasai. (Tim
Dosen SPAI UPI)
Pada diri Nabi Muhammad
SAW terdapat suri tauladan yang baik. Sebagaimana QS. Beliau memiliki sifat shidddiq, amanah, tabliq, dan fathanah. Sebaik-baik pemimpin adalah
Baginda Muhammad SAW.
B. Perempuan dalam Pandangan Islam
Dahulu wanita dipandang sangat rendah, baik oleh
bangsa-bangsa di Timur maupun Barat, begitu pun menurut pandangan agama yang
ada sebelum agama Islam. Hak-hak wanita tak pernah diberikan, mereka begitu
tertindas.
Secara historis, telah terjadi
perlakuan yang tidak seimbang, yang menempatkan perempuan pada posisi yang
lebih rendah dibandingkan laki-laki. Sejarah peradaban manusia banyak
didominasi oleh kaum laki-laki, sehingga laki-laki mendominasi semua peran di
masyarakat sepanjang sejarah. Jadi, sejak awal sudah terjadi ketidaksetaraan
yang menempatkan perempuan pada wilayah yang marginal. Peran-peran yang
dimainkan kaum perempuan hanyalah peran-peran di sekitar rumah tangga.
Sementara itu, kaum laki-laki dapat menguasai semua peran penting di tengah-tengah
masyarakat. (Marzuki: 3)
Islam hadir
mengangkat derajat kaum wanita dan telah menempatkan kaum wanita secara
proporsional dan sesuai dengan fitrahnya. Islam
sebagai agama rahmatan lil'alamin
telah mengangkat derajat kaum wanita dari penindasan dari ajaran-ajaran
sebelumnya. Islam mengajarkan bahwa pria dan wanita itu sama yakni mempunyai
hak dan kewajiban dan tidak ada yang lebih dimuliakan kecuali orang yang lebih
bertaqwa. (Nasrah: 5-6)
Dalam pandangan tentang pria dan wanita
al-Quran menerangkan bahwa keduanya dalam penciptaannya pada hakikatnya berasal
dari satu jiwa dan sifat serta esensi yang sama pula.
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu, dan menciptakan darinya pasangannya;
Allah memperkembangbiakkan dari keduanya laki-laki yang banyak dan perempuan.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan
(pelihara pula) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah yang Maha Mengawasi
kamu”. (QS An Nisa: 1).
Ayat di atas mengantarkan lahirnya
persatuan dan kesatuan dalam masyarakat, serta saling bantu-membantu dan saling
menyayangi karena semua manusia berasal dari satu keturunan, tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Semua dituntut untuk menciptakan
kedamaian dan rasa aman dalam masyarakat serta saling menghormati hak-hak asasi
manusia. (Shihab: 2002, 397-398)
Disini
jelas ditekankan bahwa tidak adanya perbedaan derajat antara pria dan wanita.
Dengan kata lain tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Keduanya memang
tidak diciptakan dalam bentuk yang sama persis, melainkan sebagai pasangan yang
saling melengkapi manusia.
Firman Allah dalam Q.S An Nisa ayat 32:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang
lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
Pasangan ini memiliki kemampuan yang
berbeda, laki-laki lebih kuat fisiknya sehingga dapat bekerja yang berat
sedangkan wanita fisiknya lembut, memungkinkan baginya pekerjaan yang
membutuhkan ketelatenan dalam kesabaran. Jiwa laki-Iaki lebih mudah bergalak
dan lebih kasar sedangkan wanita lebih tenang dan lebih halus, yang membutuhkan
pengayoman. Perbedaan in selintas menunjukkan masing-masing punya kelebihan dan
kekurangan tetapi bila ditela’ah lebih jauh, ini merupakan sinkronisasi alam
yang harmonis bila dipadukan. (Nasrah: 2004, 5)
Islam telah
menempatkan wanita pada tempat yang sebaik-baiknya, namun kadang wanita tidak
menyadarinya. Adapun hak-hak wanita yakni sebagaimana yang telah digariskan
dalam Islam antara lain:
1) Wanita menjadi pasangan
bagi pria (OS. 4:1, 16:72, 2:187, 30:189, 42:11, 9:71, 49:13)
2) Iman seorang wanita
dinilai sama dengan pria tanpa perbedaan (OS 33:35, 38, 85:10, 47:19, 49:13)
3) Wanita dan pria mendapat
imbalan yang sama atas perbuatan amal kebaikannya (QS 33:35, 3:195, 4:124,
16:97, 49:13).
4) Wanita dan pria memiliki
hak dalam memperoleh harta dan memilikinya. (QS 4:4, 32) [Nasrah: 2004, 6]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Islam telah mengangkat derajat wanita sehingga tidak ada perbedaan martabat laki-laki dengan wanita. Kelebihan dan kekurangan yang diciptakan pada laki-laki maupun wanita mengisyaratkan agar saling melengkapi.
C. Kepemimpinan
Perempuan dalam Persfektif Islam
Mengenai hak untuk menduduki jabatan pemimpin atau penguasa bagi perempuan, para ulama berbeda pendapat. Ada beberapa pendapat mengenai hal ini. Sebagian ada yang membolehkan, ada juga yang melarang, bahkan mengharamkan sama sekali.
Menurut sebagian ulama ada beberapa alasan yang mengharamkan wanita menjadi pemimpin. Adapun alasan-alasan tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an QS. Al Ma’idah : 34 yang artinya
:
“Kaum
laki-laki itu adalah qawwamun bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan
sebagian harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah adalah
yang taat kepada Allah lag memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh
karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nuzuznya (meninggalkan kewajiban suami istri) maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah ditempat tidur dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyushkan mereka.
Sesungguhnya Alah maha Tinggi lagi maha Besar”.
Menurut Quraish Shihab dalam
tafsirannya, Tafsir al-Mishbāh menyebutkan
bahwa:
Kaum laki-laki yakni
jenis kelamin laki-laki atau suami itu adalah qawwamun pemimpin dan
penanggung jawab atas kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka yakni (laki-laki secara umum atau suami telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka untuk membayar mahar dan biaya hidup untuk
isteri dan anak-anaknya. (Kinana: 4)
2. Pemimpin wanita pasti merugi, sebagaimana dikatakan Abu Bakrah dalam suatu hadits yang artinya:
“Tatkala ada berita sampai kepada Nabi SAW bahwa bangsa
Persia mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau
lantas bersabda, ‘Suatu kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan
kepemimpinan mereka kepada wanita’.” (HR. Bukhari)
Memang
benar hadits Rosulullah Shalallahu ‘alaihi wa Salam tersebut berkaitan
dengan kasus bangsa Parsi yang kerajaannya menjadi hancur karena telah
merobek-robek surat Rosulullah kepadanya. Akan tetapi, sabda beliau tidak hanya
tertuju untuk kasus kisra, tetapi berlaku umum. Pernyataan beliau menggunakan
lafadz umum yaitu “Tidak akan pernah beruntung sautu kaum yang menjadikan
seorang perempuan memimpin urusan mereka”. Dalam sabda beliau ini tidak disebut
bangsa Parsi, tetapi kaum secara umum.
3. Wanita kurang akal dan agama. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda:
“Tidaklah
aku pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapat
menggoyangkan laki-laki yang teguh selain salah satu di antara kalian wahai
wanita”. (HR. Bukhari)
Nabi
SAW menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan kurang akalnya adalah dari sisi penjagaan dirinya dan persaksian
tidak bisa sendirian, harus bersama wanita lainnya.
Dan yang dimaksud dengan kurangnya agama adalah ketika wanita tersebut dalam
kondisi haidh dan nifas, dia pun meninggalkan shalat dan puasa, juga dia tidak
mengqodho shalatnya. Inilah yang dimaksud kurang agamanya. (Majmu’ Fatawa Ibnu
Baz, 4/292)
Namun
ada juga ulama yang membolehkan wanita menjadi seorang pemimpin dengan alasan
sebagai berikut:
1.
Surat an Nisa ayat 34 hanya berkaitan dengan
kepemimpinan keluarga bukan pemimpin negara. (Kinana: 5) Menurut Muhammad Abduh dalam
Muhammad Rasyid Ridha yang dikutip oleh Kasjim Salenda, klausa ayat terdapat dalam Q.S An Nisa ayat 34
menunjukkan kelebihan jeis laki-laki atas jenis perempuan secara umum, bukan
secara perorangan. (Salenda: 371)
2.
Tidak ada ayat yang secara tegas melarang wanita
menjadi pemimpin
3. Perempuan
dan laki-laki sama sebagai kholifah
4. Laki-laki
dan perempuan sama martabat dan harkatnya (At Taubah
ayat 71)
5. Perempuan
juga bertanggung jawab membangun pemerintah
6. Islam
memberi hak politik kepada wanita
7. Perempuan
boleh menjadi imam sholat
Dalam Huzaemah yang dikutip Muhammad Kinana bahwa Dr. Kamal Jaudah mengemukakan bahwa perempuan diperbolehkan menjadi kepala negara atau pemerintahan (perdana menteri) selama dalam suatu negara, di mana sistem pemerintahan berdasarkan musyawarah, seorang kepala negara tidak lagi harus bekerja keras sendirian, tetapi dibantu oleh tenaga-tenaga ahli, sesuai dengan bidang masng-masing (menteri dan staf ahli). (Kinana: 9)
Adapun persyaratan untuk menjadi pemimpin antara lain:
1.
Iman dan Taat (Q.S Al Baqarah: 124)
2.
Berilmu (Q.S An Naml: 15-16)
3.
Amanah (QS. Yusuf: 54-55)
4.
Berani
5.
Kuat (QS. 28: 26)
6.
Profesional (H.R. Abu Ya’la dan
Thabrani)
7.
Bertanggung Jawab (Q.S Yunus: 41)
8.
Sabar (QS. Al An’am: 34)
9.
Adil (QS. Al Maidah: 8)
10. Ikhlas
(Luthan: 2014, 22)
Khalifah Abu Bakar As Shiddiq RA. merumuskan tujuh point persyaratan pemimpin yaitu:
1.
Rendah hati
2.
Terbuka untuk dikritik
3.
Jujur dan memegang amanah
4.
Berlaku Adil
5.
Komitmen dalam perjuangan
6.
Bersikap demokratis
7.
Berbakti dan mengabdi pada Allah SWT.
Menurut Al-Mawardi, pemimpin harus memenuhi persyaratan, yaitu:
1. Adil
meliputi segala aspeknya
2. Berilmu
pengetahuan
3. Sehat
indranya
4. Anggota
tubuhnya normal dan tidak cacat
5. Memiliki
kecerdasan
6. Keberanian
dan ketegasan
7. Keturunan
dari suku Qureys (zaman Rasulullah)
Menurut Ibnu Khaldun:
1.
Berpengetahuan
2.
Berkeadilan
3.
Berkesanggupan
4.
Sehat jasmani dan rohani
5.
Keturunan Qureys.
Dari
persyaratan-persyaratan yang dirumuskan khalifah dan ulama atau pemikir siyasah
Islam di atas tidak satu pun yang menyebutkan bahwa syarat seorang pemimpin
harus laki-laki.
D. Perempuan sebagai Pemimpin dalam Sejarah
Pada masa Nabi Muhammad SAW. kaum perempuan sudah
memainkan peran-peran publik (di luar peran domistik) dalam rangka menegakkan
kalimat-kalimat Allah, seperti melakukan dakwah Islam, ikut berhijrah bersama
Nabi, berbai’at kepada Nabi Saw., melakukan jihad atau ikut serta dalam
peperangan bersama-sama kaum laki-laki. Peran-peran perempuan seperti itu
memiliki nilai politis yang tinggi, mengingat perempuan dapat melakukan peran
yang sama seperti halnya laki-laki dalam rangka memenuhi tuntutan dan kewajiban
beragama untuk menegakkan kalimat Allah.
Kaum perempuan juga aktif memainkan peran-peran
politis pada masa Khulafaur Rasyidin. Perempuan ikut berperan dalam mendukung
berdirinya khilafah sepeninggal Nabi. Perempuan juga terlibat aktif dalam jihad
melawan orang-orang yang murtad dan usaha-usaha rekonsiliasi pada saat
kekacauan politik di masa Usman dan Ali. Ummahat al-Mu’minin menjadi
motor penggerak kaum perempuan pada waktu itu untuk aktif dalam peran-peran
politik, terutama yang diperankan oleh Sayyidatina Aisyah r.a. Problem besar
yang dihadapi pada saat ini adalah bahwa lawan-lawan yang dihadapi pada saat
kekacauan adalah sesama Muslim.
Pada masa selanjutnya, ketika pemerintahan Islam
dipegang daulah yang berdasarkan dinasti, peluang perempuan di bidang
pemerintahan semakin besar. Bahkan terdapat beberapa perempuan yang diangkat
sebagai kepala negara, seperti ad Dur (Mesir), Padishah Khatun (Dinasti
Mongol), dan Tal al Alam Safiataddin Shah (Aceh). (Suhandjati: 2013, 60)
Pemerintahan para sultanah itu diakui oleh
rakyatnya. Mereka sebagian besar adalah keturunan atau keluarga sultan. Namun
pengangkatannya tidak semata-mata karena warisan, tetapi mereka mendapat
persetujuan pula dari pembesar kerajaan dan rakyatnya. (Suhandjati: 2013, 65)
Di era pemerintahan modern, terdapat juga
pemerintahan Islam yang dipimpin oleh seorang perempuan yaitu Benazir butho
dari Palistan. Ia dipilih oleh rakyatnya secara langsung. Selain itu adapula contoh sejarah yang diangkat
Al-Qur’an sebagai model pemerintahan yang dipimpin oleh Ratu Balqis dari Saba’.
Al Qur’an
mengisahkan adanya kerajaan yang dipimpin oleh seorang wanita melalui firman
Allah dalam QS. Al Naml ayat 22-23. Menurut Muhammad Kinana pengangkatan tema Ratu Balqis di dalam Al-Qur’an
mengandung makna implisit bahwa perempuan boleh menjadi pemimpin
sebagaimana halnya laki-laki.
* * *
BAB
III
KESIMPULAN
Dengan
demikian dapat disimpulkan tidak terhalang perempuan itu untuk menjadi pemimpin
selama dia mampu dan masyarakat membutuhkannya. Namun ia tidak boleh
mengabaikan tugas utamanya dalam rumah tangga dan dalam tugas kepemimpinannya
tetap berada di jalur yang ditetapkan oleh Islam. Namun, bila ada lelaki, maka
harus tetaplah mengutamakan laki-laki.
* * *
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah. 2014. Fatwa-Fatwa
Muhammad Seputar Masalah Pemimpin Sumpah & Nadzar. Jaya Mulia Pustaka.
Kinana, Muhammad. Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Al-Qur’an: Perempuan sebagai Pimpinan Publik diakses tanggal 26 Oktober 2014.
Luthan, Fauzi. 2014. Memilih Pemimpin yang Bernilai Ibadah Menurut Tuntunan Islam. Bandung: Al Fikriis.
Nasrah. 2004. Perempuan dan Pemimpin dalam Islam (Suatu Kajian Islamologi). Jurnal USU 2004.
Salenda, Kasjim. 2012. Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Islam. Jurnal Ar Risalah Vol. 12 Nomor 2 November 2012.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Quran. Jakarta: Lentera Hati.
Kinana, Muhammad. Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Al-Qur’an: Perempuan sebagai Pimpinan Publik diakses tanggal 26 Oktober 2014.
Luthan, Fauzi. 2014. Memilih Pemimpin yang Bernilai Ibadah Menurut Tuntunan Islam. Bandung: Al Fikriis.
Nasrah. 2004. Perempuan dan Pemimpin dalam Islam (Suatu Kajian Islamologi). Jurnal USU 2004.
Salenda, Kasjim. 2012. Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Islam. Jurnal Ar Risalah Vol. 12 Nomor 2 November 2012.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Quran. Jakarta: Lentera Hati.
Suhandjati, Sri. 2013. Mitos Perempuan Kurang Akal
dan Agamanya. Semarang: RaSAIL Media Group.
Sutikno, Sobry. 2014. Pemimpin dan Kepemimpinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar