Senin, 23 Juli 2012

ISU-ISU GENDER: Dalam Konteks Kekinian di Indonesia

Pembahasan gender tidak terlepas dari ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu masalah tersebut harus diatasi dengan mengetengahkan konsep pembangunan berwawasan gender (gender and development GAD) sebagai konsep peranan perempuan dalam pembangunan. Konsep GAD ini merupakan cerminan yang menempatkan perempuan dan laki-laki sesuai dengan fungsi, hak, kewajiban, dan kodratnya. Tetapi dari implementasinya belum terncermin konsep GAD tersebut. Sehingga isu-isu gender meliputi diskriminasi perempuan dalam kesetaraan dan keadilan gender.

Pada dasarnya diskriminasi gender adalah setiap pembedaan atau pembatasan seseorang karena alasan gender, sehingga mengkibatkan penolakan pengakuan, penolakan keterlibatan, pelanggaran atas pengakuan hak asasinya, dan penolakan persamaan antara laki-laki dan perempuan, serta hak dasarnya dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Beberapa bentuk diskriminasi antara lain:

a.    Diskriminasi secara langsung, adalah jika seseorang diperlukan dengan berbeda secara langsung dalam bentuk diskriminasi akibat prilaku, sikap, atau akibat dari suatu aturan.

b.   Diskriminasi secara tidak langsung, adalah jika suatu peraturan atau kebijakan sama tetapi berakibat hanya pada kelompok atau jenis kelamin tertentu saja.

c.      Diskriminasi sistemik, terjadi sebagai hasil ketidakadilan  yang berakar dalam sejarah, adat, norma, dan struktur masyarakat yang mewariskan keadaan diskriminatif.


Dari berbagai diskriminasi yang bersumber dari keyakinan gender, maka akan muncullah ketidakadilan gender. Bentuk diskriminasi dan ketidakadilan itu dasarnya adalah karena keyakinan di masyarakat (konstruksi sosial). Misalnya perempuan tidak bisa dari pemimpin karena perempuan itu lembut, keibuan, dan bersifat emosional, sedangkan pria tegas, keras, dan rasional.
  
 
Adapun bentuk-bentuk ketidakadilan gender tersebut antara lain:

a.       Subordinasi

Subordinasi di sini berhubungan dengan hal politik dan proses pengambilan keputusan dan pengendali kekuasaan. Meskipun jumlah perempuan mencapai 50%, namun mereka ditentukan dan dipimpin oleh kaum laki-laki. Subordinasi tersebut tidak hanya secara global malainkan juga dalam birokrasi pemerintahan.

b.      Marginaslisasi

Marginaslisasi terjadi dalam budaya, birokrasi, maupun program pembangunan. Misalnya dalam program pertanian ”green revolition”, di sini kaum perempuan secara sistematis disingkirkan.

c.       Stereotip

Stereotip adalah suatu bentuk ketidakadilan budaya yakni pemberian label negatif yang memojokkan kaum perempuan sehingga berakibat pada posisi dan kondisi kaum perempuan. Misalnya label kaum perempuan sebagai ”ibu rumah tangga”.

d.      Beban Kerja

Dari observasi menunjukkan bahwa kaum perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan domestik. Sehingga walaupun mereka bekerja di tempat kerja, mereka juga harus mengerjakan pekerjaan domestik.

e.       Sosialisasi Keyakinan Gender

Sosialisasi keyakinan gender mengakibatkan tersosialisasinya citra, posisi, kodrat, dan penerimaan nasib perempuan  yang ada. Dengan kata lain segenap manifestasi dan ketidakadilan gender juga merupakan proses penjinakan sehingga kaum wanita sendiri menganggap kondisi atau posisi seperti itu sebagai norma dan kodrati.

Untuk menghentikan ketidakadilan gender diperlukan usaha multidisiplin dan berbagai kegiatan, di antaranya:

1.     Kekerasan bagi Perempuan

Sejarah manusia secara global tidak hanya diwarnai dengan kemajuan, namun juga dotori oleh kekerasan, seperti tindakan pemaksaan, perkosaan, pembantaian, pembunuhan, dan peperangan. Namun sebagian dari kekerasan itu sering tidak dianggap serius dan cenderung membudaya, walaupun mengancam keselamatan tubuh dan nyawa kaum perempuan.

Untuk menghapus segala bentuk tindak kekerasan terhadap kaum perempuan in family, within the community and state ciolence sebagai bagian dari penghapusan diskriminasi kaum perempuan hendaknya didasari atas kebijakan nasional ”zero tolerance policy” (tindak kekerasan sekecil apapun tidak dapat ditoleransi).

2.     Kesehatan Reproduksi Perempuan

Pembahasan kesehatan reproduksi tidak terlepas dari persoalan hak-hak reproduksinya. Dokumen ICPD Kairo tentang hak-hak reproduksi yang merupakan bagian dari hak-hak asasi manusia dan harus dipahami oleh setiap individu mencakup tiga hal pokok, yaitu:

a.       Hak pasangan dan individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tentang jumlah dan jarak kelahiran anak-anaknya, berdasarkan pengetahuan dan informasi yang dimilikinya.

b.    Hak untuk mendapatkan pelayanan dan informasi tentang kesehatan seksual dan reproduksi yang berkualitas.

c.       Hak untuk membuat keputusan yang bebas dari diskriminasi, paksaan, atau kekerasan.

Masalah krusial yang berkaitan dengan masalah hak reproduksi misalnya pembatasan jumlah anak dan  ”matherial care” kematian di Indonesia yang mencapai 420 : 100.000. Adapun penyebab kematian adalah pendarahan setelah melahirkan. Oleh karena itu, kematian perempuan sebagai ibu harus diaudit, mengapa dan apa sebabnya.

Adapun upaya yang telah dilakukan pemerintah dengan mengadopsi dua pendekatan paket terpadu, pertama yaitu paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) dengan muatan materi tentang kesehatan ibu dan bayi, Keluarga Berencana (KB), pencegah serta penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) dan HIV, serta kemandulan. Kedua paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Konfrehensif (PKRK) yang materinya terdiri dari empat materi di atas ditambah dengan materi penanganan usia lanjut.

3.     Tenaga Kerja Perempuan

Masalah kaum perempuan bekerja, khususnya di luar negeri merupakan primadona jika bicara tentang isu-isu gender. Persoalan kaum perempuan bekerja ini sangat kompleks karena berkaitan dengan situasi,  lingkungan sosial budaya, dan tradisi masyarakat yang kadang memberi citra dan penilaian kurang positif bahwa paling tepat kaum perempuan hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga (domestik).

Padahal secara konsepsional teoristis kaum perempuan sebagai mitra kaum laki-laki dalam segala bidang semakin jelas adanya. Di Indonesia hal ini didukung oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas perkerjaan dan penghidupan yang layak. Dengan demikian perempuan dan laki-laki berhak memiliki pekerjaan yang sama dan masing-masing bebas memilih profesi yang sesuai dengan keahliannya.

Berkaitan dengan banyaknya kaum perempuan yang bekerja di luar negeri, bukan hanya itu namun juga masalah banyaknya pengangguran di Indonesia dan besarnya peluang kerja di luar negeri. Untuk menyikapi hal ini diperlukan peningkatan pendidikan antara lain memperbaiki sistem pendidikan, peningkatan pengetahuan,  keterampilan, dan peningkatan kualitas pembinaan produktivitas.






- Resume : Pendidikan Gender -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar